Malam di kota itu terasa hangat. Angin berhembus pelan dari jendela yang setengah terbuka, membawa aroma hujan yang baru saja reda. Bara duduk di depan laptopnya, matanya terpaku pada sebuah grup obrolan daring yang tiba-tiba ramai membahas sesuatu. “Foto bugil tante”, begitu tajuk yang memenuhi layar.












Ia mengernyit. Dunia digital memang kejam, pikirnya. Kadang, yang tidak seharusnya tersebar justru menjadi bahan konsumsi publik yang liar. Ia menarik napas, menutup layar laptopnya, dan beranjak menuju balkon.
Di luar, cahaya temaram lampu jalan membingkai sosok Nayla yang sedang bersandar di pagar besi, mengenakan gaun satin yang jatuh lembut di bahunya. Wanita itu menoleh perlahan saat mendengar langkah Bara mendekat.
“Apa yang kamu lihat tadi?” tanyanya, suaranya rendah namun penuh ketertarikan.
Bara bersandar di sampingnya, menatap pendar lampu kota. “Sesuatu yang tidak seharusnya tersebar. Dunia semakin tak punya batas antara yang privat dan yang publik.”
Nayla tersenyum kecil, lalu menoleh, menatap Bara dengan sorot mata yang sulit dibaca. “Dan menurutmu, batas itu selalu harus ada?”
Bara menoleh, mendapati Nayla menatapnya dengan cara yang berbeda malam ini. Ada sesuatu di balik sorot matanya, sesuatu yang tidak bisa hanya dijelaskan dengan kata-kata.
“Kadang batas itu yang membuat sesuatu lebih menarik,” gumam Bara.
Nayla tertawa pelan, lalu mengangkat dagunya sedikit, membiarkan tatapan mereka saling terkunci. “Misteri selalu lebih menggoda daripada sesuatu yang ditunjukkan dengan terang-terangan, bukan?”
Bara merasakan detak jantungnya melambat, tapi dalam cara yang berbeda. Ada ketegangan di udara, tetapi bukan ketegangan yang tidak nyaman—melainkan sesuatu yang lebih dalam, lebih intens. Ia bisa mencium samar aroma parfum yang selalu melekat pada Nayla, sesuatu yang lembut dan memabukkan.
“Jadi, kamu lebih suka sesuatu yang hanya bisa dirasakan, tapi tidak langsung terlihat?” tanya Bara pelan, suaranya hampir tenggelam dalam desiran angin.
Nayla tersenyum tipis, lalu mendekat sedikit, cukup hingga napasnya menyapu kulit Bara. “Mungkin,” bisiknya, sebelum berbalik perlahan, membiarkan pertanyaan itu menggantung di udara.
Bara hanya diam, menatapnya yang berjalan kembali masuk ke dalam ruangan. Di luar sana, dunia masih gaduh membicarakan hal-hal yang seharusnya tetap menjadi rahasia. Namun di sini, dalam keheningan yang hanya mereka berdua mengerti, ada sesuatu yang lebih nyata—sesuatu yang jauh lebih menggoda daripada sekadar gambar yang tersebar di layar.
0 Comments