unique visitors counter

Foto ABG Cantik Imut Tocil Lagi Bugil sambil Selfie


-19
-19 points

Meja kayu yang dipenuhi kilauan lilin menciptakan bayangan samar di ruangan. Matanya menatapku, dalam, seperti mengundang. Aku menyentuhkan jari ke gelas anggur, membiarkan embun dinginnya merambat ke kulit. Dalam keheningan, desir napasnya terdengar begitu jelas, bersatu dengan detak jantung yang berirama. Sentuhan ringan di pergelangan tanganku mengunci waktu, membuat malam terasa lebih panjang dari biasanya.

Dia tidak berbicara, hanya membiarkan kehangatan jari-jarinya menyelinap ke kulitku, menciptakan sensasi yang sulit diabaikan. Aku menatapnya kembali, mencoba membaca apa yang tersembunyi di balik sorot matanya yang redup oleh nyala lilin. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang lebih dari sekadar kebersamaan biasa.

Aku menggeser jemariku, menelusuri garis punggung tangannya, merasakan denyut halus yang bergetar di balik kulit. Dia tidak menepis, justru jari-jarinya sedikit mengerat, seperti ingin memastikan bahwa sentuhan ini nyata. Aku tersenyum samar, membiarkan bibirku sedikit terbuka seiring tarikan napasku yang dalam.

“Apa yang kau pikirkan?” suaranya nyaris seperti bisikan, lembut, hampir tenggelam dalam keheningan malam.

Aku memainkan pinggiran gelas anggur dengan ujung jariku, membiarkan tatapanku tetap terkunci dengannya. “Tentang momen ini,” jawabku pelan, “tentang bagaimana semuanya terasa begitu lambat, seolah dunia hanya ada untuk kita berdua.”

Dia tersenyum, tapi tidak mengatakan apa pun. Sebaliknya, dia mengambil gelasnya dan menyesap anggur dengan gerakan perlahan. Matanya tetap terarah padaku, seakan menantang untuk mengungkapkan sesuatu yang lebih dari sekadar kata-kata.

Aku mencondongkan tubuh sedikit ke depan, mempersempit jarak di antara kami. Cahaya lilin memantulkan sinarnya di permukaan meja, menciptakan bayangan yang menari di kulitnya. Aku bisa merasakan hangatnya, bahkan sebelum jemariku menyentuhnya lagi.

“Apakah kau menyukai malam seperti ini?” tanyanya lagi, suaranya lebih pelan, hampir berbaur dengan desir api lilin yang bergoyang tertiup angin kecil.

Aku tidak langsung menjawab. Sebagai gantinya, aku membiarkan jari-jariku bermain dengan pergelangan tangannya, menyusuri lekuk halus kulitnya dengan gerakan nyaris tak terasa. Dia tidak menarik diri, malah membiarkan sentuhan itu mengalir seperti alunan musik tanpa nada.

“Kuharap malam ini tidak cepat berlalu,” bisikku akhirnya.

Dia tersenyum, dan untuk pertama kalinya sejak tadi, dia menarik tanganku ke dalam genggamannya. “Malam ini adalah milik kita,” ucapnya pelan, dan dalam cahaya redup lilin, aku tahu bahwa debar ini bukan hanya milikku seorang.

Di luar, malam semakin larut. Tapi di antara kami, waktu seakan berhenti, membiarkan kehangatan bertahan lebih lama dari yang seharusnya.


Like it? Share with your friends!

-19
-19 points

0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *