Malam semakin larut ketika Dimas melangkah masuk ke dalam pusat perbelanjaan yang mulai lengang. Langkahnya santai, tapi matanya awas mencari sesuatu—atau lebih tepatnya, seseorang. Ia sudah tahu siapa yang ingin ditemuinya malam ini. Sesosok perempuan dengan rok pendek dan senyum yang selalu menggoda setiap kali ia melewati konternya.
Nadya, seorang SPG yang telah membuat darahnya berdesir sejak pertama kali mereka bertemu. Ia selalu tersenyum dengan cara yang berbeda padanya, seolah ada sesuatu yang tidak terucapkan di antara mereka. Malam ini, ketika toko sudah hampir tutup dan hanya sedikit orang yang berlalu-lalang, Dimas melihatnya tengah merapikan barang di konternya, jari-jarinya yang lentik menyentuh permukaan botol parfum dengan cara yang begitu sensual.
Mata mereka bertemu, dan Nadya tersenyum kecil. Isyarat yang cukup bagi Dimas untuk melangkah lebih dekat.
“Masih bekerja keras, Nadya?” tanyanya dengan nada yang dibuat santai.
Nadya menoleh, matanya berbinar nakal. “Sebentar lagi selesai. Kenapa, ada yang bisa aku bantu?”
Dimas menyandarkan tubuhnya di meja kaca, matanya mengamati setiap inci tubuh Nadya yang dibalut seragam ketatnya. Rok pendek yang memperlihatkan paha jenjangnya, kemeja yang terlalu pas hingga memperlihatkan lekuk dadanya yang menggoda.
“Aku hanya penasaran,” gumam Dimas, menatapnya penuh arti. “Apa yang kau sembunyikan di balik rok pendek itu?”
Nadya terkekeh pelan, lalu mendekatkan diri padanya. “Kau ingin tahu, Dimas?” bisiknya di telinganya, napas hangatnya membelai kulit leher pria itu.
Tanpa menunggu jawaban, Nadya menarik tangan Dimas dan membawanya ke bagian belakang konter, tempat sempit yang tersembunyi dari pandangan. Jantung Dimas berdetak lebih cepat saat merasakan sentuhan jemari Nadya yang begitu percaya diri, seolah ini bukan kali pertama ia bermain-main seperti ini.
Begitu mereka tiba di sudut tersembunyi itu, Nadya menatapnya dengan tatapan yang lebih gelap, lebih berani. “Kau harus janji tidak bersuara terlalu keras,” katanya, tangannya mulai bergerak turun, membelai paha Dimas dengan gerakan yang membuatnya menahan napas.
Dimas tersenyum, lalu menangkup wajah Nadya dan menciumnya dengan penuh gairah. Bibir mereka bertaut dalam lumatan yang dalam, tangan Dimas merayap ke punggungnya, menariknya lebih dekat hingga tubuh mereka benar-benar saling melekat. Nadya mengerang pelan di sela-sela ciuman mereka, tangannya sudah mulai bermain di bawah sabuk celana Dimas.
Suara napas mereka yang memburu memenuhi ruangan kecil itu. Dimas melingkarkan tangannya di pinggang Nadya, lalu mengangkatnya ke atas meja. Rok pendek Nadya tersingkap, memperlihatkan kulit mulus yang selama ini hanya bisa dibayangkannya. Dengan tatapan penuh hasrat, Dimas menelusuri setiap lekuk tubuh Nadya, menghafal setiap inci kulit yang kini berada dalam genggamannya.
Malam itu, batasan di antara mereka luruh sepenuhnya. Dimas membiarkan dirinya tenggelam dalam kehangatan tubuh Nadya, mengeksplorasi setiap sudut yang selama ini hanya bisa diimpikan. Nadya pun menyerahkan dirinya sepenuhnya, menikmati setiap sentuhan, setiap desahan yang mengalun di udara.
Ketika akhirnya mereka mencapai puncak kenikmatan, Dimas tahu, ini bukan terakhir kalinya mereka bertemu dalam keintiman seperti ini. Nadya menatapnya dengan senyum puas, lalu berbisik di telinganya, “Rahasia ini tetap milik kita, ya?”
Dimas hanya bisa mengangguk, menyadari bahwa malam ini hanyalah permulaan dari petualangan mereka yang baru dimulai.
0 Comments